
JAYAPURA : Gubernur Papua, Lukas Enembe SIP, MH menyatakan, pergantian kepengurus harian Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Papua saat ini yang diketuai oleh Yan Matuan sudah sangat tepat.
Apalagi, dalam kepengurusan tersebut, sebagai Ketua Harian adalah Yan Matuan yang menurut Gubernur Lukas dianggap sudah memahami kondisi HIV dan AIDS di Papua. Sebab, mereka inilah yang sejak lama berada di Lembaga Swadaya Masyarakat alias LSM yang selalu menyuarakan tentang HIV dan AIDS.
“Kalau soal KPA saya masih ketua. Kalau Ketua harian, pertimbangan kita menunjuk Ketua Harian KPA adalah kita taruh (baca menempatkan-red) semua orang disana adalah dari LSM yang selama ini berbicara masalah ini di Papua. Jadi mereka paham dan kita bisa percayakan mereka yang urus. Mereka ini urus HIV dari dulu. Bukan masalah harus bicara dari latar belakang orang medis. Mereka yang masuk (Pengurus KPA) adalah yang selama ini dari LSM bicara HIV,” tegas Gubernur Lukas menjawab adanya pertanyaan terkait kompetensi pengurus KPA Papua saat ini.
Sebelumnya Gubernur Papua Lukas Enembe selaku Ketua Umum KPA Provinsi Papua di Hotel Sahid Papua, Jayapura, Kamis 20 Desember 2018 lalu.
Ketua Harian KPA Papua, Yan Matuan yang sempat diwawancarai WONE pekan lalu menyatakan pihaknya tengah menakar sejumlah program kerja seratus hari pertama
Diantaranya, melalukan sosialisasi, untuk mencegah agar angka HIV/AIDS ini tak mengalami kenaikan.
Dimana selama ini para korban ODHA dimakamkan di lokasi Pemakaman Umum Tanah Hitam. Tapi tarif yang diminta para pemilik lahan disana mencekik leher berkisar antara Rp 15-Rp 30 Juta sekali pemakaman.
“Kami tak pernah tahu dan tak pernah rasa dimana dan di pelosok mana para korban ODHA dimakamkan begitu saja. Padahal para korban ODHA ini juga ciptaan Tuhan. Mereka juga orang-orang yang berharga di mata Tuhan. Kita harus memperlakukan mereka juga seperti manusia yang masih hidup, karena kita juga nanti menuju kesana semua,” tegas Ketua Harian KPA Provinsi Papua Yan Matuan di Jayapura, Minggu (23/12).
Karena itu, terangnya, langkah atau solusi yang diambil diantaranya adalah Pemprov Papua lewat KPA Provinsi menyiapkan lahan, untuk lokasi pemakaman khusus para korban ODHA.
“Kami sedang mencari lahan yang reprersentatif di sekitar Kota Jayapura, untuk lokasi pemakaman khusus para ODHA, sekaligus menyiapkan mobil ambulance dan peti mati stand by 24 jam,” terang Matuan.

Ia menuturkan, Gubernur Papua selaku Ketua Umum KPA Papua telah menyetujui langkah ini. Lahan untuk lokasi pemakaman khusus ODHA ini nantinya berada di ibu kota Provinsi Papua yakni Kota Jayapura, untuk melayani para korban ODHA, jika meninggal dunia di wilayah Tabi, meliputi Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Keerom dan Sarmi.
Langkah berikutnya, terang Matua, KPA Provinsi Papua seperti biasanya mulai membangun sinergitas bersama pemangku kepentingan atau stake holder, untuk mencegah agar angka HIV/AIDS ini tak mengalami kenaikan, seperti pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Kepala Desa, Kepala Kampung, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh pemuda dan lain-lain
“Kami tak bisa bilang target menurunkan, tapi kita akan berupaya semaksimal mungkin. Kan begitu. Soal naik turun itu nanti. Tapi kita coba. Fasilitas pemerintah sudah siapkan. Kenapa tak bisa. Kalau fasilitas ada kita mulai kerja. Tak ada alasan lagi,” jelasnya.
Matuan juga menjelaskan, pihaknya menghimbau kepada seluruh keluarga dan rumah tangga, agar memiliki kesadaran tanpa prilaku menyeleweng. Kesadaran itu harus di mulai dari rumah tangga masing-masing antara suami istri.
“Kami mewajibkan seluruh pengurus KPA Papua melalukan tes darah, guna mengetahui penularan HIV. Kita belum bicara disini baru kita bicara diluar. Ini bahaya,” imbuhnya.
Selain sinergitas bersama pemangku kepentingan di Papua, ungkapnya, KPA Provinsi Papua mengagendakan bekerjasama dengan para ilmuwan dan dokter di Israel, khusus untuk metode PrePex.
“Metode PrePex adalah alat sunat dari Israel, tanpa bedah, tanpa jahitan dan tanpa suntikan anestesi,” ucapnya.
Matuan mengatakan, pihaknya akan mengutus para pengurus KPA Papua, tim medis, relawan, untuk belajar metode PrePex ke Israel. Metode PrePex adalah alat sunat dari Israel, tanpa bedah, tanpa jahitan dan tanpa suntukan anestesi.
Bahkan World Health Organization (WHO) atau badan kesehatan dunia menyetujui perluasan penggunaan perangkat yang dikembangkan Israel yang memungkinkan pekerja medis untuk melakukan “penyunatan tanpa rasa sakit.”
Perangkat PrePex, dibuat oleh Circ MedTech yang berbasis di Israel, telah diberikan prakualifikasi WHO untuk digunakan oleh pria usia 13 di atas di 14 negara Afrika.
Sunat, kata WHO, adalah salah- satu cara paling efektif untuk mencegah penyebaran AIDS – yang, meskipun penurunan jumlah kasus baru-baru ini, masih mempengaruhi puluhan juta orang di Afrika. Saat ini ada hampir 30 juta orang yang menderita HIV, akar penyebab AIDS, di sub-Sahara Afrika – sebuah wilayah yang menyumbang hampir 70% dari total global infeksi HIV baru.
“Kita lihat dulu ikuti sudah ok baru nanti dorang bisa kesini ka bantu kita di Papua,” tuturnya.
Matuan menjelaskan, penderita HIV di seluruh Papua menjukan angka yang fantastis dan sudah menjadi ancaman luar biasa.
Data Dinas Kesehatan Provinsi Papua mengungkapkan, jumlah penderita HIV/AIDS di Papua hingga 30 September 2018 tercatat 38.874 orang.
Dari jumlah tersebut, Kabupaten Nabire menduduki posisi tertinggi dari 28 Kabupaten dan 2 Kota di Papua, yakni 7.240 orang. Peringkat kedua Kota Jayapura, yaitu 6.189 orang, disusul Kabupaten Mimika dan Jayawijaya serta daerah lainnnya.
Matuan ingat betul arahan Gubernur Papua Lukas Enembe ketika melantik pengurus KPA Provinsi Papua, bahwa orang Papua masih tersisa sedikit akibat penyakit HIV.
“Mari kita jaga agar orang Papua yang tersisa sedikit ini tak lagi mati sia-sia. Kalian wajib selamatkan orang Papua yang tinggal sedikit ini,” bebernya.
Dikatakan Matuan, pihaknya juga tengah menyiapkan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) KPA Papua direncanakan berlangsung di ibu kota Provinsi Papua, dan dihadiri KPAD di 29 Kabupaten/Kota di seluruh Papua pada awal tahun 2019 mendatang.
Dalam Rakerda KPA Provinsi Papua itu, tukasnya, pihaknya akan melakukan evaluasi total sejak pertama kali berdiri, sekaligus membentuk tim supervisi dan menyempurnakan struktur kepengurusan KPA Papua.
“Kami punya tim kerja gemuk, yang bisa menjangkau seluruh Papua, bahkan wilayah selama ini terisolir,” tambahnya.
Tim Supervisi bekerjasama dengan Pemda setempat, sekaligus mencek sekaligus mendata Kantor KPAD-KPAD Kabupaten/Kota mana saja yang masih jalan dan mana yang tak aktif lagi.
“Kalau Kantor KPA Kabupaten/Kota masih jalan kita akan angkat pengurus disana masing-masing Kabupaten dan memberikan SK Pengurus. SK diberikan oleh Ketua Umum KPA Papua dibawah koordinasi Ketua Harian KPA Papua,” tegasnya.
Pasalnya, menurut Matuan, sesuai ketentuan Mendagri Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Pembentukan KPA dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka Penanggulangan HIV/AIDS di Daerah.
“Pemerintah daerah wajib bermitra untuk bisa memfasilitasi kerjasama dengan KPA Provinsi, tapi selama ini kami lihat ada Kabupaten-kabupaten yang tak proaktif,” ucapnya.
Menurut Matua, jika memang masih ada Kabupaten-Kabupaten yang tak respek atau tak tertarik dengan program ini, maka kita akan handle langsung dari KPA Provinsi tanpa melibatkan pemerintah daerah setempat.
“Yang kita perlukan bukan pemerintahnya, tapi manusia yang ada disitu. Tanpa mengandalkan bantuan dari pemerintah Kabupaten juga bisa jalan,” katanya. (Marcel/MDC)