Sabar Iwanggin: Dishut Harus Proses Perizinan ke Pusat

JAYAPURA – Penahanan 69 kontainer kayu yang dilakukan Dinas Kehutanan Provinsi Papua di pelabuhan Jayapura pecan lalu, tampaknya didoroti oleh Ketua Ombudsman Perwakilan Papua, Sabar Olif Iwanggin.
“Kasus kayu kemarin, kan sudah ada Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Saya pikir UU Otsus ada lex specialis di Tanah Papua. Selain itu, khusus untuk kehutanan, sudah ada peraturan daerah khusus (Perdasus) untuk mengatur mengatur pelaksanaan dibawah khusus kehutanan di Papua. Harus ada kejelasan,” kata Sabar, Rabu (22/08).
Dia menuturkan, dalam masalah tersebut, sebelumnya dirinya mengetahu ada beberapa pengusaha dan masyarakat adat dari Nabire yang notabene anak-anak Papua, pernah juga membuat surat ke Dinas Kehutanan Provinsi Papua untuk mempertanyakan sejauh mana surat yang sudah disampaikan ke Menteri Kehutanan RI untuk bisa memproteksi masyarakat adat yang ada di Tanah Papua dalam mengelola hutan adat mereka.
“Mereka kan punya hutan, namun sampai sekarang surat itu belum jadi-jadi atau ada respon. Saya pikir surat itu sudah lama mereka perjuangkan menyampaikan ke Dinas Kehutanan, sehingga mestinya Dinas Kehutanan harus bisa menindaklanjuti itu, untuk kepentingan rakyat,” ujarnya.
Kalau tidak diusahakan, ya jadinya begini. Ada hubungan sebab akibat, hubungan kausal yang mengakibatkan terjadi penahanan 69 kontainer kayu yang dianggap ilegal tersebut.
Saya pikir memang Dinas Kehutanan Provinsi Papua jangan ada proses pembiaran, tapi harus mengejar kepada Kementerian Kehutanan untuk menjawab surat keinginan masyarakat melalui UU Otsus yang diterjemahkan melalui Perdasus tersebut.
Kalau ada Perdasus, berarti cantolan hukumnya ada. Kan bisa langsung kerja, karena itu lex specialis di Tanah Papua sebenarnya,” sambung Sabar Iwanggin.
Dia menilai, dalam persoalan ini jangan lagi seakan dibiarkan dan bermain di ranah “abu-abu”, yang mengakibatkan kerugian sendiri kepada masyarakat Papua itu.
“Itu yang nanti kami dari Ombudsman juga akan pertanyakan juga ke Kementerian Kehutanan RI. Kalau sudah ada misalnya UU Otsus, penyampaian ke Menteri Kehutanan dari Dinas Kehutanan Provinsi Papua, kan mereka katanya tunggu surat dari Kemenhut, sampai sekarang belum respon. Kan itu sudah cukup lama,” paparnya.
Sabar juga menyesalkan Dishut Papua Sebagai dinas teknis yang terkait dengan hal ini, harus bisa menindaklanjuti itu untuk kepentingan rakyat dan melindungi rakyat dan mensejahterakan rakyat.
“Kalau kerja tapi itu jadi ilegal itu salah siapa? Negara hadir untuk siapa kalau begitu? Dinas Kehutanan itu sebagai intsansi teknis hadir untuk apa?. Kami nanti akan mengecek surat itu sampai sejauh mana di Kemenhut. Itu surat dari teman-teman ISWA tentang perijinan pengolahan kayu berdasarkan UU Otsus untuk memproteksi masyarakat adat. Adat ini kan diakui dalam Undang-undang, apalagi ada lex spesialis dalam UU Otsus melalui perdasus itu, sehingga masyarakat berpartisipasi dalam membangun,” katanya lagi.
Sabar juga menyoroti bagaimana prosesnya dalam penyitaan kayu tersebut.
“Sebab, Ini kan bermain di dalam abu-abu ini. Kok bisa dari lolos dari Nabire dan ketangkap di Jayapura. Kan kayu kalau mau dinaikan ke kapal itu surat harus lengkap. Siapa yang bermain disini? Seharusnya dari Nabire sudah ditangkap. Kenapa ketangkapnya di sini (Jayapura). Kan ini berarti membiarkan mereka bermain di ranah abu-abu,” keluhnya. (Cel)